aRtmGj9nYCRgAUanjInMp3gEbQOqXBW58gLhi6IP

TEORI PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN (Growth Pole)

Zona Geografi - Teori Pusat-pusat pertumbuhan - Pusat Pertumbuhan (growth pole) adalah Suatu wilayah yang perkembangannya sangat pesat dan menjadi pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi perkembangan daerah-daerah di sekitarnya. Suatu wilayah dapat menjadi pusat pertumbuhan wilayah, apabila wilayah tersebut mempunyai berbagai aktivitas yang mampu mempengaruhi daerah sekitarnya. Pusat-pusat wilayah pertumbuhan tersebut dapat berupa wilayah kecamatan, kabupaten, kota, atau provinsi.



Ada tiga teori untuk menentukan wilayah pusat pertumbuhan, tiga teori ini tampak saling melengkapi.
  1. Teori Tempat yang Sentral (Central Place Theory)
  2. Teori Sektor (Losch Theory)
  3. Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

1. Teori Tempat yang Sentral (Central Place Theory)
Teori tempat yang sentral (Central Place Theory) pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli geografi bangsa jerman pada tahun 1933, yang bernama Walter Christaller dalam tulisanya yang berjudul : “ Die Zentralen Orte In Suddeustschand” atau dalam Bahasa inggrisnya “ Central Place In South Germany”. Dalam teori tersebut, Christaller menitik beratkan pada penentuan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota. Untuk menganalisis penentuan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota menggunakan dua konsep sebagai berikut.
Jangkauan (range) adalah jarak yang perlu ditepuh orang untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan.
Ambang (threshold) adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan suplai barang.
Sutau lokasi pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus berada pada pusat yang sentral. Maksud tempat yang sentral adalah suatu tempat atau kawasan yang memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya maksimal, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun mereka yang menjadi konsumen dari barangbarang pelayanan yang dihasilkan. Tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal atau segi enam. Daerah segi enam merupakan wilayah-wilayah yang penduduknya yang mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut. 


Heksagonal “A” adalah tempat sentral yang bisa melayani dan menarik wilayah sekitarnya : A1, A2, A3, A4, A5, dan A6
Pendapat ini diperkuat oleh Agust Locosh seorang ahli ekonomi jerman pada tahun 1945, teori tempat yang sentral dapat digunakan untuk menganalisis pusat-pusat pelayan dan kegiatan ekonomi yang sudah ada terhadap daerah sekitarnya. Misalnya, perencanaan lokasi pusat perniagaan, pasar, rumah sakit, sekolah, dan pelayanan sosial lainya. Tempat yang sentral dapat berupa kota besar, pusat perbelanjaan, pasar, rumah sakit, sekolah-sekolah, kampus-kampus, ibukota provinsi, kabupaten dan sebagainya. Masing-masing tempat yang sentral tersebut memiliki pengaruh atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya, pusat kota provinsi akan menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten, Kabupaten menarik kecamatan dan seterusnya. Melihat hal tersebut maka kemampuan tempat yang sentral menarik daerah sekitarnya dijenjang berdasarkan hierarki atau tingkatan tempat yang sentral. 



Kawasan dengan daya pengaruh yang berbeda-beda berdasarkan jenis pada pelayanan, hierarki tempat yang sentral dapat dibedakan menjadi tempat sentral yang berhierarki 3, 4, dan 7.
a. Tempat yang sentral berhierarki 3 (K=3)
Tempat sentral berhierarki tiga adalah pusat pelayanan yang berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi kawasan-kawasan di sekitarnya (kasus pasar yang optimum atau asas pemasaran).
K = 3 
    = 6 (1/3)+1


(k = 3) diperoleh dari penjumlahan kawasan tempat yang sentral (1) dengan satu pertiga (1/3) bagian kawasan yang ada di sekelilingnya yang jumlahnya ada enam (6). Untuk membangun lokasi pasar ataupun fasilitas umum lainnya, sekurang-kurangnya harus di kawasan yang diperkirakan dapat berpengaruh terhadap penduduk dari keenam kawasan yang ada di sekitarnya. Sebagai penunjangnya, maka dalam pembangunan lokasi tersebut perlu memperhatikan : jalan beserta sarana angkutannya, tempat parkir, dan barang yang diperjualbelikannya.
b. Tempat yang sentral berhierarki 4 (K=4)
Tempat sentral berhierarki empat merupakan pusat sentral yang memberikan kemungkinan rute lalu lintas yang paling efisien situasi lalu lintas yang (k = 4) diperoleh dari penjumlahan kawasan tempat sentral (1) dengan setengah (1/2) bagian kawasan yang ada di sekitarnya, yang berjumlah enam (6).
K = 4 
    = 6 (1/2)+1


Penempatan lokasi terminal kendaraan sekurang-kurangnya harus memiliki kawasan pengaruh setengah dari enam kawasan tetangganya. Dengan demikian, terminal harus berada pada tempat yang mudah dijangkau oleh para pemakai jasa angkutan yang secara sentral memiliki radius relatif sama ke segala arah.
c. Tempat sentral berhierarki 7 (k = 7)
Tempat sentral berhierarki tujuh dinamakan juga situasi administratif yang optimum atau asas administratif, yaitu tempat sentral yang memengaruhi seluruh bagian wilayah tetangganya. Situasi administratif yang dimaksud dapat berupa kota pusat pemerintahan.
K = 4 
    = 6 (1)+1


(k = 7) diperoleh dari penjumlahan kawasan tempat sentral (1) dengan satu (1) bagian kawasan sekitarnya, yang berjumlah enam (6). Tempat yang sentral dari pusat kegiatan administratif pemerintahan pada hierarki tujuh (k = 7) merupakan kawasan yang luas jangkauannya. Kawasan tersebut harus mampu menjangkau dan dijangkau kawasan yang berada di bawah kekuasaannya. Lokasinya berada di wilayah yang beradius relatif sama dari semua arah, berada pada rute kendaraan umum yang terjangkau semua arah. 

Ada dua syarat untuk menerapkan teori tempat sentral yang dikemukakan oleh Christaller, yaitu keadaan topografi yang seargam sehingga tidak ada daerah yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lainya dalam hubunganya dengan jalur transportasi. Syarat yang kedua adalah tingkat ekonomi penduduk yang relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, misalnya yang menghasilkan padi, kayu, dan batu bara.

2. TEORI SEKTOR (Losch Theory)
Teori penting sebagai pelengkap teori tempat sentral adalah teori August Losch (1954), Teori Losch merupakan kelanjutan dari teori tempat sentral Christaller. Berdasarkan teori losch dapat disimpulkan bahwa suatu kota akan lebih cepat berkembang bila penduduknya padat dengan wilayah yang luas. Dalam hal ini, yang paling utama adalah munculnya grafik permintaan. Grafik ini menunjukkan adanya jumlah permintaan yang tinggi, sedangkan di wilayah pinggir permintaannya sedikit. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga akibat naiknya biaya pengangkutan.

3. TEORI KUTUB PERTUMBUHAN
Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) disebut juga sebagai teori pusat pertumbuhan (Growth Centres Theory). Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955. Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota atau wilayah di manapun adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengna kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya, atau ke pusat-pusat yang lebih rendah. Wilayah yang dijadikan pusat pembangunan disebut kutub pertumbuhan.
Pemusatan wilayah-wilayah pertumbuhan dibedakan menjadi 3 komponen berikut.
a.  Wilayah khusus, misalnya daerah terbelakang dan daerah aliran sungai
b. Prinsip homogenitas, misalnya wilayah geografi fisisk atau sosial , wilayah budaya dan wilayah ekonomi
c. Konsep hubungan ruang, yaitu wilayah fungsional yang disebut juga wilayah terpusat
Industri baru akan memilih tempat yang berdekatan dengan daerah industri yang telah ada karena telah tersedia fasilitas yang memadai,seperti listrik, air bersih, dan jalan. Daerah yang maju disebut dengan pusatpertumbuhan, sedangkan daerah yang belum maju disebut dengan pinggiran. Proses pembentukan pusat pertumbuhan mengikuti fase-fase pertumbuhan sebagai berikut.
a. Fase I, yaitu fase praindustri 
Pada masa awal terdapat wilayah yang belum berkembang, yang ditandai oleh banyak kota kecil yang tersebar merata dan setiap kota tidak mendominasi kota yang lain. Kondisi ekonomi wilayah-wilayah tersebut cenderung tidak berkembang dan setiap kota hanya melayani wilayah sendiri.
b. Fase II, yaitu fase industri awal
Fase ini terjadi pada salah satu kota yang berkembang lebih cepat daripada yang lainya, sehingga tumbuh menjadi primate city. Kota dapat berkembang lebih cepat karena memiliki kelebihan baik di bidang sumber daya alam maupun pada sumber daya manusia. Primate city merupakan kota terbesar yang menjadi pusat wilayah atau disebut dengan core (C) = Pusat, yang mendominasi kota-kota lainya. Pada fase ini terjadi perpindahan tenaga terampil, sumber daya alam, dan modal dari daerah pinggiran.
c. Fase III, yaitu fase transisi
Pada fase ini industri industri yang sedang berkembang, pada primate city akan mendominasi akan mendominasi sebagian besar wilayah. Namun, tidak sekuat fase kedua karena sekitar primate city mulai berkembang pusat-pusat pertumbuhan. Bahan mentah, tenaga terampil, dan modal tidak hanya mengalir di primate city, tetapi juga menuju ke pusat-pusat pertumbuhan yang lain. Pada fase ini perkembangan wilayah belum stabil karena masih terdapat kantong-kantong wilayah yang berkembang.
d. Fase IV, yaitu integrasi spasial
Pada fase ini setiap kota telah berkembang sesuai dengan hierarkinya, sehingga sudah terbentuk pusat-pusat pertumbuhan yang saling berinteraksi dengan pusat pertumbuhan yang lainya. Setiap wilayah telah terintegrasi secara nasional dan tidak ditemukan lagi katalog-katalog wilayah yang terbelakang. Jika semua wilayah telah berinteraksi dengan wilayah lain secara fungsional, akan terbentuk hierarki kota dengan baik. 
Related Posts
Zona Geografi
Seorang penggiat pengetahuan geografi yang selalu ingin berbagi pengetahuan dan informasi mengenai fenomena yang terjadi di Bumi

Related Posts

Posting Komentar